Menjadi Guru
Saya punya satu penyesalan yaitu mengapa dulu saya tidak kuliah di Jurusan Pendidikan. Meski demikian, Alhamdulillah akhirnya saya lulus S1 Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia (Non Pendidikan), Fakultas Sastra, Universitas Negeri Malang (UM) tahun 2006.
Tahun 1999, sejak IKIP Malang berganti nama menjadi UM, UM mulai membuka jurusan non-pendidikan. Jadi S1 Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, dibagi menjadi dua program studi: 1) Bahasa dan Sastra Indonesia, dan 2) Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.
Ketika itu Indonesia sedang mengalami masa euforia reformasi, UM juga mengalami euforia masa peralihan dari Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Malang (IKIP Malang) menjadi Universitas Negeri Malang (UM).
Saya sebagai anak yang baru lulus SMA masih labil dan suka ikut-ikutan. Kebetulan saat UMPTN, di kalangan teman-teman saya SMA, Universitas pilihan Favorit di Malang adalah Universitas Brawijaya (Unibraw). UM menjadi pilihan kedua.
Setelah lulus SMA tahun 1999, saya mencoba UMPTN di UGM Jogja dan belum berhasil. Pikiran saya waktu itu, kuliah harus di Universitas Negeri, kalau belum berhasil maka saya tidak akan kuliah dulu, dan akan mencoba kembali tahun depan. Sambil menunggu UMPTN tahun depan, saya berangkat ke Pontianak bekerja di tempat Paman saya sebagai Operator Warnet. Dari sana saya mulai mengenal belajar membuat web menggunakan HTML/CSS di hosting gratisan Geocities.com
Tahun 2000, saya mencoba ke Jogja lagi untuk UMPTN di UGM, dan untuk keduakalinya saya belum berhasil. Saya masih punya prinsip kuliah itu harus di Universitas Negeri. Karena saya belum berhasil maka saya kembali mencari pekerjaan, Alhamdulillah ilmu yang pernah saya pelajari saat jadi operator warnet bermanfaat, saya diterima kerja di Indo.Net Malang sebagai web developer.
Tahun 2001, tibalah kesempatan ketiga untuk ikut UMPTN, jika tahun itu tidak berhasil maka saya tidak bisa ikut UMPTN lagi, yah itu kesempatan terakhir saya UMPTN. Dik Dyah Eka Larasati menyarankan saya untuk UMPTN di Malang. Dik Dyah menyarankan saya untuk memilih 1. Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, 2. Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia UM
Mungkin dasarnya saya yang keras kepala, kami sempat bertengkar soal pilihan UMPTN itu. Akhirnya saya menerima saran Dik Dyah untuk UMPTN di Malang, tapi pilihan saya berbeda: 1. Jurusan FIA Unibraw, 2. Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia UM. Dan hasilnya Alhamdulillah saya akhirnya diterima UMPTN di pilihan kedua.
September 2001, saya mulai masuk kuliah di UM, di saat yg sama saya menikahi Dik Dyah Eka Larasati. Kebetulan Dik Dyah saat itu juga kuliah di UM jurusan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Semester 5.
Kebetulan saat kuliah saya juga bekerja sebagai desainer grafis di advertising lokal. Dari pengalaman kerja kantoran, saya baru sadar ternyata kerja di kantor itu kurang dinamis, karena tiap hari yang dihadapi adalah komputer. Berbeda dengan guru, yang dihadapi adalah murid-murid, manusia yang datang dan pergi tiap tahun ajarannya. Saat kuliah, saya mulai sadar, ternyata Jurusan Pendidikan itu istimewa. Sebuah jurusan tempat calon-calon guru belajar.
Tahun 2005, istri Saya wisuda duluan, Dik Dyah berangkat ke Sumenep, Madura menjadi guru honorer di SMA Negeri Kalianget, sementara saya menyelesaikan skripsi. Karena kami tidak bisa berjauhan, beberapa bulan kemudian istri kembali ke Malang menemani saya menyelesaikan skripsi. Di Malang saya menemani istri untuk melamar pekerjaan di sekolah-sekolah. Dari ratusan surat lamaran, Alhamdulillah ada sekolah yang menerima. Istri saya kembali bekerja sebagai Ibu Guru.
Tahun 2006, saya wisuda. Saya masih bekerja di bidang advertising dan percetakan lokal sebagai desainer grafis. Karena sudah memegang Ijazah, tiba-tiba saya ingin bekerja di bidang pendidikan, iyah ternyata saya ingin menjadi guru. saya mengirim surat lamaran ke beberapa sekolah dan kampus, dengan bekal ijazah (gelar Sarjana Sastra Indonesia) dan pengalaman kerja sebagai desainer grafis.
Saya diterima kerja sebagai pengajar honorer di SD ternama. dan saya resign dari dunia percetakan. Satu bulan, dua bulan, tiga bulan, saya mulai mengalami masa-masa sulit, saya bertahan. Sebagai ayah yang harus memenuhi kebutuhan keluarga. Ternyata profesi guru belum siap untuk saya. Jangankan untuk makan sehari-hari, gaji guru satu bulan tidak cukup untuk membayar tagihan listrik, air, biaya sekolah anak tiap bulan. Pengalaman yang saya ingat adalah motor yang saya kredit sejak jaman jadi desainer grafis, harus ditarik debt collector karena saya tidak mampu meneruskan membayar cicilan.
Tahun 2007 saya banting setir lagi untuk kembali ke dunia desain web, Alhamdulillah akhirnya saya bisa survive. Sampai hari ini saya masih bekerja di bidang web development. Istri saya masih menjadi seorang guru.
Alhamdulillah, saya masih diberi kesempatan di saat-saat itu pernah mengajar baca Quran di Masjid untuk anak-anak TPQ. Saya juga dipercaya untuk jadi Dosen di LP3I Malang sejak tahun 2009 sampai sekarang. Meskipun tidak fulltime, saya masih bisa menyalurkan ilmu saya, mengajar desain grafis dan web development.
Alhamdulillah, terimakasih kepada Allah SWT atas semua nikmat yang telah Kau berikan. Dan terimakasih kepada kedua orang tua kami, kakek-nenek kami, guru-guru kami, kakak-adik kami, istri dan anak-anak saya. Kalian semua adalah guru saya.
Pak Zam sangat mengispirasi ceritanya. Saya mungkin mengalamai hal yang mirip pak Zam. Bisa dijadikan referensi ini :)
BalasHapus